Laman

12 January 2013

Protein Ini Bisa Jadi Kunci Terapi Baru Atasi Obesitas

Protein Ini Bisa Jadi Kunci Terapi Baru Atasi Obesitas


Jakarta, Sudah diet dan olahraga mati-matian tapi berat badan tak kunjung turun? Bisa jadi masalahnya bukan di metode yang Anda gunakan tapi struktur tubuh Anda sendiri. Baru-baru ini sekelompok peneliti menemukan sebuah protein yang dapat dijadikan sarana untuk membantu orang-orang mengatasi masalah kelebihan berat badan yang dialaminya.

"Dalam banyak kasus, obesitas itu disebabkan oleh faktor yang lebih dari sekedar makan berlebihan dan kurang berolahraga. Misal ada sesuatu yang rusak di dalam tubuh sehingga tubuh menyimpan lebih banyak lemak dan membakar energi lebih sedikit," ungkap salah satu peneliti dari Sanford-Burnham Medical Research Institute.

Peneliti percaya penyebabnya adalah sebuah protein yang disebut dengan ps62. Ketika protein ps62 ini hilang dari jaringan lemak, keseimbangan metabolik dari sistem tubuh seseorang akan berubah sehingga menyebabkan terhambatnya produksi brown adipose tissue (BAT) yang 'baik', sekaligus mendukung munculnya white adipose tissue (WAT) yang 'buruk'.

"Tanpa ps62, Anda akan membuat banyak lemak tapi tak bisa membakar banyak energi, bahkan tubuh merasa perlu menyimpan banyak energi," tandas Dr. Jorge Moscat dari Sanford-Burnham Medical Research Institute.

Yang membuat Moscat rekan-rekannya dari German Research Center for Environmental Health dan University of Cincinnati semakin yakin dengan temuan mereka adalah partisipan yang tidak memiliki protein ps62 di dalam tubuhnya memiliki karakteristik obesitas, menderita diabetes, mengeluarkan energi lebih sedikit atau terlihat lemah serta mengidap sindrom metabolik.

"Sejumlah peneliti percaya bahwa obesitas dipengaruhi oleh kerusakan pada jaringan otot, hati atau kesalahan pada pusat pengendalian selera makan yang ada di dalam otak. Tapi kemudian ditemukan adanya lemak putih dan lemak coklat sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi risiko obesitas. Lemak putih adalah lemak tubuh yang tidak diinginkan, sedangkan lemak coklat adalah lemak bermanfaat karena dapat membakar kalori," terang peneliti seperti dilansir redorbit, Rabu (9/1/2013).

Untuk membuktikannya, Moscat dan rekan-rekannya mencoba mencari tahu jaringan mana yang khusus bertanggung jawab terhadap obesitas dengan menciptakan beberapa tikus model yang 'dihilangkan' protein ps62-nya dari sejumlah sistem organ spesifik seperti sistem saraf pusat, hati atau otot. Namun ternyata tikusnya tetap normal dan tak mengalami obesitas.

Sebaliknya ketika peneliti menciptakan tikus model yang kekurangan protein ps62 di dalam jaringan lemaknya, tikusnya menjadi obesitas. Lalu setelah dianalisis terungkap bahwa protein ps62 menghambat sebuah enzim (ERK yang lebih aktif di dalam lemak putih) sembari memicu enzim ps38 yang tak begitu aktif di dalam lemak coklat. Dari situ peneliti semakin yakin bahwa protein ps62 mengatur proses metabolisme lemak secara normal.

Menurut Moscat, temuan tentang peran protein ps62 di dalam lemak coklat ini dapat dimanfaatkan potensinya dalam terapi pencegahan atau pengobatan obesitas karena jaringan lemak jauh lebih mudah diakses ketimbang bagian tubuh lainnya, mengingat obesitas telah menjadi epidemi di AS.

"Terapi obat-obatan ini dapat dirancang untuk meminimalisir asupan makanan sekaligus menghasilkan efek samping yang cukup besar," pungkasnya.

No comments: